Monday 17 February 2014

Belajar dari Pohon Pisang

“Mati sebelum berkarya bukanlah sebuah kematian yang indah”
Di belakang kamar saya dulu ada banyak tumbuh pohon pisang. Pohon-pohon itu tidak pernah ditanam atau mungkin saya tidak tahu bahwa ada orang yang pernah menanamnya. Satu yang pasti pohon-pohon pisang itu sudah ada sebelum saya menempati kamar. Setiap pagi ketika membuka jendela, daun-daun pisang bergoyong dimainkan angin. Terkadang saya masih bisa menyaksikan beberapa butir embun bergelantungan di ujung daunnya. Sunggung sebuah pemandangan alam yang menyejukan.
Suatu hari saya mendapatkan sebuah pohon pisang tumbang. Hujan besar yang disertai angin di hari sebelumnya membuat akar pisang tidak berdaya menahan batangnya. Saya biarkan batang pohon pisang tergeletak tidak berdaya di atas tanah basah. Mungkin pohon tersebut beberapa hari lagi akan membusuk dan menjadi kompos.
Ternyata dugaan saya salah, Beberapa hari kemudian dari dalam batang pisang yang tumbang tumbuh sebuah tunas baru. Tambah hari tunas itu tambah tinggi yang kemudian menggantikan posisi pohon yang tumbang. Beberapa bulan berselang dari puncak batang pohon pisang tersebut tumbuh bunga yang kemudian menjadi buah.
Ada fenomena unik yang saya dapatkan dari pohon pisang di belakang kamar tersebut, semakin besar buah pisang maka semakin banyak daun-daun pisang yang layu menguning. Keunikan itu diakhiri dengan tumbangnya pohon pisang setelah buahnya masak menguning.

***

Pohon pisang telah mengajarkan saya sebuah arti hidup. Bahwa kita dikarunia nyawa oleh Yang Maha Kuasa agar kita memberikan sumbangsih karya kepada dunia. Kehidupan adalah pemberian maka janganlah kita menghambur-hamburkan umur untuk sesuatu yang tidak bernilai. Waktu hidup kita terbatas oleh karena itu kita dipacu untuk segera menyumbangkan buah. Tentunya buah yang ranum, nikmat dan lezat sehingga dapat diambil manfaatnya oleh orang lain.
Mati sebelum berkaya bukanlah sebuah kematian yang indah. Kematian akan terasa indah jika setelah mati orang masih mengenal kita lewat karya yang kita persembahkan kepada mereka. Pohon pisang di belakang kamar saya pernah tumbang dihantam angin namun dia tumbuh kembali dengan tunas yang baru. Dia kembali menata hidup dari titik nol. Memulai  dengan menyerap air dan sari tanah untuk menumbuhkan batangnya. Hari demi hari dijalani penuh kesabaran menunggu batang membesar dan daun melebar. Ketika semuanya sudah siap, pohon pisang mulai mengeluarkan bunga yang kemudian menjadi buah. Semakin besar buah dia semakin mengerti bahwa umurnya semakin berkurang. Dan ketika buah sudah matang, pohon pisang dengan segala kerelaan menyambut kematian.
Jika mati sebelum berkarya adalah jenis kematian yang tidak indah, maka mati sebelum ajal adalah jenis kematian yang mengerikan. Teramat banyak kita melihat dalam hidup ini orang yang mati sebelum ajal menjemput. Kematian model ini dipicu oleh matinya asa, ketiadaan cita-cita dan hilangnya harapan. Sehingga mereka hanya menyisakan seonggok tubuh yang mengembara tanpa tujuan. Menghitung detik ke menit, menit menuju jam, dan jam menjemput hari. Mereka adalah mayat berjalan yang menambah sesak ekosistem. Mereka adalah jombie yang hanya menambah beban kepada tanah yang dipijak.
Mumpung masih diberi kesempatan menghirup udara kehidupan, mumpung masih diberikan kekuatan untuk bertahan, mari kita gunakan kesempatan yang berharga ini untuk membuat karya. Karya cipta yang bisa dinikmati orang meski jasad kita sudah tidak nyata. Setidaknya dengan menyumbangkan karya yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain kita telah mensyukuri pemberian Yang Maha Kuasa berupa kehidupan di dunia.

No comments:

Post a Comment